Tantangan Hari ke-89

"Adik...pintar sekali, sudah bangun duluan," Uwa memandang Zizi dengan sayang. Baru jam 3:30 dinihari, gadis kecil kami sudah bangun dan sibuk bolak balik ke dapur menemani Uwa dan Bunda yang menyiapkan santapan sahur.

"Uwa, Adik saja yang dipuji, Rani juga bangun cepat." Anak gadis kelas 1 SMP ini, memasang wajah cemberut. Uwa tertawa dan juga bilang, "Rani jauh lebih hebat, tapi tidak diumumkan."

Di suatu sore saat berkumpul di ruang keluarga, "Cantik...., sudah mandi ya? Sini Bunda cium, kok wanginya sudah tercium dari sini?" Zizi tersenyum bangga dan berlari memeluk Bunda. Rani, Caca dan Lian hanya tersenyum. "Kakak-kakak juga wangi, mau Bunda cium juga?" tanya Bunda menguji. Dan mereka tertawa lebar, "Gak lah Bunda, kami sudah besar."

Bundapun menyentuh hati mereka, "Nak..Adik itu jaraknya sama Kakak 6 tahun. Cara berpikirnya juga tertinggal 6 tahun dari Kakak dan Uni." Para Kakak nampaknya belum mengerti maksud Bunda, matanya penuh tanda tanya memandang Bunda.

"Di umur Adik, pujian itu sangat berarti. Pujian akan membuatnya merasa percaya diri dan berani untuk mengekpresikan perasaan. Coba lihat Zizi, dia bercerita dan tertawa seperti sama besar dengan Kakak, padahal baru tamat TK."

"Adik berusaha pandai mengendarai sepeda seperti Kakak dan Uni. Adik yang paling duluan setor hafalan ke Uwa dari Kakak dan Uni. Ini semua bagian dari kepercayaan diri."

"Apa kami dulu juga seperti itu Bunda?" tanya Caca. "Iya... Semua, Bunda panggil cantik atau sayang. Setiap hari pulang dari sekolah Bunda panggil Rani dan Caca dengan sebutan cantik." Bunda memandang anak-anak dengan sayang, "Kok Rani gak ingat Bunda?"

Uwa ikut bercerita, "Dulu waktu Rani berumur 3 tahun, Ibu ke Jakarta mengobati Bang Farhan dalam waktu yang lama. Rani dijemput Bunda dan tinggal di sini. Awalnya Rani tidak mau bicara dengan orang lain dan sembunyi di belakang Uwa kalau ada yang memanggil. Setiap pulang sekolah, Bunda selalu memanggil, "Cantik Bunda mana Uwa?"

"Rani akan malu-malu dan keluar kamar. Bunda dan Pak Etek memeluk Rani, menggendong untuk bermain di halaman." Hari demi hari Rani makin terbiasa berinteraksi dengan banyak orang, pandai bercerita, menyanyi. Sampai-sampai Ibu heran saat menelpon dari Jakarta, karena Rani begitu lancar berbicara."

"Caca dan Rani dimasukkan ke PAUD Mangkudu, Ibu guru di sana sangat baik kepada kalian. Selalu memuji dan memotivasi Ananda untuk tampil. Setiap lomba selalu mengikutkan Rani dan Caca. Sampai akhirnya kalian berdua ikut lomba Tahfiz dan menyanyi dengan percaya diri."

"Saat Rani dan Caca mulai menghafal Qur'an, Ibu Nina memanggil dengan panggilan " Soleha.. Sudah nambah hafalannya? Setiap hari hafalan Caca, Lian dan Rani bertambah dengan perlahan."

Rani, Caca dan Lian tertawa mendengar cerita Uwa. Papa ikut bicara, "Coba jawab pertanyaan Papa, jika bertengkar anak umur 6 tahun dan 13 tahun siapa yang menang?" "Anak umur 13 tahun," jawab Rani cepat. Papa tersenyum menggoda, "Salah, anak umur 6 tahun dong, karena kalau anak umur 13 tahun bertengkar untuk sesuatu hal dengan Adik kecilnya, berarti dia sebodoh anak 6 tahun." Kami semua tertawa mendengar penjelasan Papa.

Dasyatnya pengaruh pujian untuk anak-anak kami, sampai kami para orang tua lupa, kalau yang sudah besarpun ingin dipuji. Tetapi dengan bahasanya anak SMP. Tetap rukun dan kompak ya...generasi penerus Kami.

#TantanganGuruSiana